Senin, 20 Mei 2013

PENDIDIKAN KESETARAAN

PROGRAM PENDIDIKAN LUAR  SEKOLAH
“PENDIDIKAN KESETARAAN”




            Menurut UU No. 20 tahun 2003, tentang Sisdiknas, dinyatakan bahwa pendidikan nasional diselenggarakan melalui tiga jalur, yaitu: pendidikan formal, nonformal, dan informal. Melalui jalur pendidikan nonformal, pemerintah melalui Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS), yang kini berubah nama menjadi Dirjen Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) menyelenggarakan berbagai program yang salah satu diantaranya adalah Pendidikan Kesetaraan, yang terdiri atas (1) Program Paket A setara SD, (2) Program Paket B setara SMP,  dan (3) Program Paket C setara SMA.
            Pendidikan kesetaraan merupakan salah satu contoh yang saat ini banyak dikenal oleh masyarakat sebagai program PLS yang berperan sebagai alternatif pengganti pendidikan formal adalah Kelompok Belajar (Kejar) Paket A sebagai pengganti SD/MI, Paket B sebagai pengganti SMP/MTS, dan Paket C sebagai pengganti Pendidikan Sekolah Menengah Atas. Lulusan Kejar Paket C sama dengan lulusan SLTA dan diterima untuk mengikuti Seleksi Masu Perguruan Tinggi. Fungsi PLS sebagai pengganti pendidikan formal disebut sebagai substitusi yang diimplementasikan menjadi bentuk program kesetaraan (Elih Sudiapermana dalam Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 2004)
            Pendidikan kesetaraan dalam PLS sampai saat ini masih setingkat pendidikan dasar dan menengah, yaitu tingkat SD/MI, SMP/M.Ts, dan SMA/MA. Kelompok Belajar yang disingkat Kejar yang berarti pula mengejar (karena ketinggalan) melaksanakan pembelajaran dengan cara yang fleksibel (Oong Komar, 2004 : 219) sebagai berikut :
(a)    Belajar sendiri dengan memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya sendiri.
(b)   Saling belajar antara warga belajar yang belum mengetahuan dengan yang sudah mengetahui.
(c)    Belajar bersama dengan tutor.
(d)   Kursus bidang pengetahuan dan ketrampilan.
(e)    Magang dengan cara ikut belajar, bekerja dan berusaha dibidang tertentu kepada orang yang sudah mahir dibidangnya.
Kelompok belajar paket A, B, dan C adalah kelompok belajar sebagai bentuk layanan pendidikan umum oleh PLS. Kelompok belajar tersebut sudah cukup berkembang di masyarakat sebagai bentuk layanan pendidikan kesetaraan. Program PLS adalah kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh satuan PLS. Program PLS dapat diselenggarakan oleh perorangan, maupun kelompok, dapat pula diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun masyarakat atau swasta.
Setara artinya sederajat yakni sama derajatnya; kesetaraan berarti kesederajatan yakni kesamaan derajatnya. Pendidikan kesetaraan adalah program PLS yang sederajat dengan program Pendidikan Sekolah. Program PLS dalam bidang pendidikan kesetaraan adalah program pendidikan umum Kejar Paket A yang setara dengan SD/MI, Kejar Paket B yang setara dengan SMP/MTs, dan Kejar Paket C yang setara dengan SMA/MA.
Pendidikan kesetaraan yang diselenggarakan oleh PLS sampai saat ini masih belum memenuhi makna hakiki dari pendidikan kesetaraan. Hal ini dapat diketahui dari pengakuan masyarakat dan pemerintah terhadap lulusan Kelompok Belajar Paket A, B, dan C. Masyarakat masih menganggap bahwa Kejar Paket A, B, dan C adalah pendidikan kelas dua, yakni kelas dibawah pendidikan formal/ sekolah. Kejar Paket tersebut adalah pendidikan yang tidak bermutu dan ijazahnya tidak dapat dipergunakan untuk meneruskan studi dan atau untuk mencari pekerjaan. Tidak jarang kita jumpai pendapat dari para petugas pemerintahan yang menganggap bahwa Kejar Paket tersebut merupakan pendidikan yang murahan dan tidak memiliki kualitas yang memadai.
Pada hakikatnya Pendidikan Kesetaraan mengandung makna bahwa lulusannya adalah sederajat atau sama derajatnya. Artinya lulusan Kejar Paket memiliki kesamaan derajat dengan lulusan pendidikan sekolah. Lulusan Kejar Paket A sama derajatnya dengan lulusan SD/MI, lulusan Kejar Paket B sama derajatnya dengan lulusan SMP/MTs, dan lulusan Kejar Paket C sama derajatnya dengan lulusan SMA/MA. Berarti lulusan Kejar Paket A dapat diterima melanjutkan pendidikan di SMP/MTs. Begitu pula Kejar Paket B dan C dapat diterima melanjutkan pendidikan di SMA/MA dan di Perguruan Tinggi. Sebaliknya lulusan SD/MI dapat diterima pada program Kejar Paket B. Disamping itu para peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dapat pula berpindah sesuai dengan kesetaraanya. Misalnya peserta didik pada Kejar Paket A seharusnya dapat berpindah ke SD/MI, peserta didik Kejar Paket B dapat berpindah ke SMP/MTs, dan peserta didik Kejar Paket C dapat berpindah ke SMA/MA. Sebaliknya siswa SD/MI dapat pula berpindah ke Kejar Paket A, siswa SD/MI dapat pula berpindah ke Kejar Paket A, sisiwa SMP/MTs dapat pula berpindah ke Kejar Paket B dan siswa SMA/MA dapat berpindah ke Kejar PaketC.

  1. A.       Pengertian Pendidikan Kesetaraan
Pendidikan Kesetaraan merupakan pendidikan nonformal yang mencakup program Paket A setara SD/MI, Paket B setara SMP/MTs, dan Paket C setara SMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional peserta didik.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (UU No 20/2003 Sisdiknas Pasal 26      Ayat (6).
Setiap peserta didik yang lulus ujian kesetaraan Paket A, Paket B atau PaketC mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA untuk dapat mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi. Status kelulusan Paket C mempunyai hak eligibilitas yang sama dengan lulusan pendidikan formal dalam memasuki lapangan kerja.

Program Paket A.

Program Paket A adalah program pendidikan dasar pada jalur pendidikan nonformal setara SD/MI bagi siapapun yang terkendala ke pendidikan formal atau berminat dan memilih pendidikan kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan. Pemegang ijazah Program Paket A memiliki hak eligibilitas yang sama dengan pemegang ijazah SD/MI.

Program Paket B

Program Paket B adalah program pendidikan dasar pada jalur pendidikan  nonformal setara SMP/MTs bagi siapapun yang terkendala ke pendidikan formal atau berminat dan memilih pendidikan kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan dasar. Pemegang ijazah Program Paket B memiliki hak eligibilitas yang sama dengan pemegang ijazah SMP/MTs.

Program Paket C

Program Paket C adalah program pendidikan menengah pada jalur pendidikan  nonformal setara SMA/MA bagi siapapun yang terkendala ke pendidikan formal atau berminat dan memilih pendidikan kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan menengah. Pemegang ijazah Program Paket C memiliki hak eligibilitas yang sama dengan pemegang ijazah SMA/MA.

  1. B.       Fungsi dan Tujuan
Pendidikan Kesetaraan berfungsi mengembangkan potensi diri peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan akademik dan keterampilan fungsional dan pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Tujuan pendidikan kesetaraan adalah untuk:
1. Menjamin penyelesaian pendidikan dasar yang bermutu bagi anak yang kurang beruntung: putus sekolah, putus lanjut, tidak pernah sekolah, minoritas etnik, dan anak yang bermukim di desa terbelakang, miskin, bermasalah secara sosial, terpencil atau sulit dicapai karena letak geografi s dan atau keterbatasan transportasi dalam rangka memberi kontribusi terhadap peningkatan APM dan APK pendidikan dasar minimal 2% – 5% dalam mempercepat susksesnya wajar sembilan tahun;
2.  Menjamin pemenuhan kebutuhan belajar bagi semua warga masyarakat usia produktif melalui akses yang adil pada program-program belajar dan kecakapan hidup;
3. Memberikan kontribusi terhadap peningkatan rata-rata lama pendidikan bagi masyarakat Indonesia minimal 9 tahun sehingga mampu meningkatkan Human Development Index (HDI) dan upaya menghapus ketidakadilan gender dalam pendidikan dasar dan menengah;
4. Memberikan peluang kepada warga masyarakat yang ingin menuntaskan pendidikan setara SD/MI dan SMP/MTs atau yang sederajat dengan mutu yang baik;
5. Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan kecakapan hidup secara fleksibel untuk mengaktualisasikan diri sekaligus meningkatkan mutu kehidupannya.

  1. C.           Sasaran Pendidikan Kesetaraan
Program pendidikan kesetaraan memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan pendidikan formal (SD, SMP, dan SMA), selain waktu dan tempatnya yang fleksibel, program pendidikan kesetaraan memiliki sasaran yang berbeda dengan pendidikan formal. Secara umum, sasaran dari program-program pendidikan nonformal adalah :
  1. Penduduk tiga tahun di atas usia SD/MI ( 13-15) Paket A dan tiga tahun di atas usia SMP/MTS ( 16 -18 ) Paket B
  2. Penduduk usia sekolah yang tergabung dengan komunitas e-lerning,sekolahrumah,sekolah alternatif,komunitas berfotensi khusus seperti pemusik,atlet,pelukis dll
  3. Penduduk usia sekolah yang terkendala masuk jalur formal karena:
    a. Ekonomi terbatas
b. Waktu terbatas
c. Geografis ( etnik minoritas,suku terasing)
d. Keyakinan seperti Ponpes
e. Bermasalah,(sosial,hukum)
4. Penduduk usia 15-44 yang belum tuntas wajar Dikas 9 tahun
5. Penduduk usia SMA/MA berminat mengikuti program Paket C
6. Penduduk di atas usia 18 tahun yang berminat mengikuti Program Paket C karena berbagai alasan.

  1. D.      Acuan Standar Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan
Standar Penyelenggaraan pendidikan kesetaraan ( PP No.19 TH.2005 ) meliputi:
1. Standar Isi
Standar isi mencakup kerangka dasar dan struktur kurikulum , beban belajar, dan kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan kesetaraan pada satuan pendidikan nonformal Kurikulum kesetaraan lebih memuat konsep terapan,tematik,dan berorientasi kecakapan hidup.
2.  Standar Proses Pembelajaran
Sesuai dengan Permendiknas No. 3 tahun 2008 tentang Standar Proses, bahwa pembelajaran pendidikan kesetaraan meliputi; perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil pembelajaran serta pengawasan program pembelajaran. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran pendidikan kesetaraan adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran harus memperhatikan beberapa prinsip antara lain:
a. memperhatikan perbedaan individual peserta didik,
b. fokus pada pencapaian kompetensi,
c. mendorong partisipasi aktif peserta didik,
d. mengembangkan budaya membaca dan menulis, serta
e. menerapkan teknologi informasi dan komunikasi.
2. Beban belajar peserta didik Program Paket A, dan Paket B dinyatakan dalam SKK yang menunjukkan bobot kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti program pembelajaran. 1 SKK setara dengan 1 jam pembelajaran tatap muka atau 2 jam pembelajaran tutorial atau 3 jam pembelajaran mandiri. Ketentuan SKK adalah bahwa:
a. merupakan ukuran kegiatan pembelajaran yang pelaksanaannya fleksibel.
b. SKK dapat digunakan untuk alih kredit kompetensi yang diperoleh dari jalur pendidikan formal, informal, kursus, keahlian, dan pengalaman yang relevan.
c. Program Paket A Tingkatan 1/Awal (Setara Kelas I – III) mempunyai beban 102 SKK setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 17 SKK per semester.
d. Program Paket A Tingkatan 2/Dasar (Setara Kelas IV – VI) mempunyai beban 102 SKK setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 17 SKK per semester.
e. Program Paket B Tingkatan 3/Terampil 1 (Setara Kelas VII – VIII) mempunyai beban 68 SKK setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 17 SKK per semester.
f. Program Paket B Tingkatan 4/Terampil 2 (Setara Kelas IX) mempunyai beban 34 SKK setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 17 SKK per semester.
g. Program Paket C (IPA/IPS) Tingkatan 5/Mahir 1 (Setara Kelas X) mempunyai beban 40 SKK setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 20 SKK per semester.
h. Program Paket C (IPA/IPS) Tingkatan 6/Mahir 2 (Setara Kelas XI – XII) mempunyai beban 82 SKK setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 21 SKK per semester.
3. Setiap peserta didik wajib mengikuti kegiatan pembelajaran baik dalam bentuk tatap muka, tutorial, maupun mandiri sesuai dengan jumlah SKK yang tercantum dalam Standar Isi Program Paket A, dan Paket B. Pengaturan kegiatan pembelajaran tersebut adalah tatap muka minimal 20%, tutorial minimal 30%, dan mandiri maksimal 50%.
4. Jumlah maksimal peserta didik per kelompok atau rombongan belajar adalah:
a. Program Paket A setara SD/MI per kelompok : 20 peserta didik
b. Program Paket B setara SMP/MTs per kelompok : 25 peserta didik.

3. Standar Kompetensi Lulusan
SKL Pendidikan Kesetaraan sama dengan SKL pendidikan formal akan tetapi memiliki kekhasan sendiri meliputi:
1. Paket A lulusannya memiliki keterampilan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup
2. Paket B ,memenuhi tuntutan dunia kerja
3. Paket C, memiliki keterampilan berwirausaha.
  1. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Ketentuan tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah sebagai berikut:
1.   Pendidik untuk pendidikan kesetaraan program Paket A dan Paket B adalah Tutor atau Pamong Belajar dan Narasumber Teknis untuk pembelajaran keterampilan.
2. Tenaga Kependidikan sekurang-kurangnya meliputi tenaga pengelola atau penyelenggara pendidikan kesetaraan dan tenaga administrasi, serta dibantu dengan tenaga perpustakaan dan tenaga laboran jika diperlukan. Pendidik pada pendidikan kesetaraan harus memiliki kompetensi pedagogik dan andragogik karena mereka akan melakukan proses pembelajaran bagi peserta didik yang pada umumnya sudah dewasa. Selain itu juga harus menunjukkan kecakapan personal untuk memberikan contoh prilaku, teladan, akhlak mulia, sabar dan ikhlas. Memiliki kompetensi profesional dalam arti menguasai materi pembelajaran secara fasih. Serta memiliki kompetensi sosial untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara aktif dalam pergaulan sehari-hari. Kualifi kasi akademik tutor pendidikan kesetaraan yang diharapkan adalah sebagai berikut:
 1. Pendidikan minimal D-IV atau S1 dan yang sederajat. Namun untuk daerah yang tidak memiliki SDM yang sesuai, tutor Paket A dan Paket B minimal D2.
2. Outsourcing dari guru formal dapat dilakukan yakni guru SD/MI untuk program Paket A, guru SMP/MTs untuk Paket B.
3. Tokoh masyarakat, Kyai, ustadz dan pemuka masyarakat lainnya dengan kompetensi yang sesuai dapat dijadikan tutor pendidikan kesetaraan.
4. Nara Sumber Teknis (NST) dengan kualifi kasi dan kompetensi yang sesuai untuk melakukan pembelajaran keterampilan kecakapan hidup (life skill)
5.    Standar Sarana dan Prasarana
Proses belajar mengajar pendidikan kesetaraan dapat dilakukan di berbagai lokasi yang memiliki standar Standar sarana pendukung meliputi :lahan dan bangunan,buku tek pelajaran,buku perpustakaan,alat peraga,media pembelajaran.
  1. Standar Pengelolaan
Standar pengelolaan pendidikan kesetaraan merupakan standar minimal meliputi: perencanaan program,penyusunan KTSP,kegiatan pembelajaran,pengelolaan sarana prasarana,penilaian hasil belajar dan pengawasan.Pengelolaan pendidikan menerapkan ,manajemen berbasis satuan pendidikan dengan ciri; kemandirian,kemitraan,partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas.
  1. Standar Pembiayaan
Pembiayaan pendidikan kesetaraan terdiri atas:
  1. Biaya inverstasi
  2. Biaya oprasional
  3. Biaya personal
  4. Standar Penilaian pendidikan
Standar penilaian pendidikan meliputi:
  1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
  2. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
  3. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah

E.  Karakteristik Pendidikan Luar Sekolah
Untuk memahami pendidikan luar sekolah, diperlukan pemahaman terhadap ciri-ciri yang dimiliki oleh pendidikan luar sekolah. Agar mudah mengetahui ciri PLS, maka berikut ini disajikan ciri umum PLS :
  1. Peserta didiknya heterogen.
Dalam PLS terdapat peserta didik yang disebut dengan warga belajar (WB) dengan nama yang bervariasi, misalnya: warga belajar, audience, trainee, peserta pelatihan, dan sebagainya. Dari segi umur mereka heterogen; artinya dcalam program PLS umur mereka berbeda-beda tapi dapat bersatu bersama mengikuti suatu program PLS yang sama. Misalnya dalam satu kelas program pelatihan komputer, pesertanya (WB) nya dapat bervariasi usianya, anak usia 15 tahun, usia 20 atau usia berapa saja dapat berkumpul dalam satu kelas mengikuti program pelatihan komputer.
  1. Pendidik PLS tidak harus berpendidikan tinggi.
Pendidik PLS tersebut tutor, instruktur, pelatih, fasilitator, dan sebagainya tidak harus memiliki jenjang pendidikan formal yang tinggi. Syarat pendidik yang dipersyaratakan adalah memiliki keahlikan tertentu yang dapat ditularkan kepada peserta didik, dan bersedia berperan sebagai pendidik PLS. Tutor atau instruktur dalam PLS dalam PLS dapat diperankan oleh teman sebaya dari WB yang berasal dari masyarakat setempat, dengan syarat memiliki kemampuan dan kesediaan.
  1. Tempat belajar fleksibel.
Tempat belajar PLS tidak harus menetap dalam ruangan khusus. Kegiatan PLS dapat dilangsungkan di sembarang tempat asalkan sesuai dengan kondisi peserta didik dan memenuhi persyaratan kesehatan, misalnya di rumah penduduk, di balai desa, di musholla, di ruang kelas, dan sebagainya. Bahkan tempat belajar PLS dapat berpindah-pindah secara bergilir di rumah WB sesuai dengan kehendak peserta didik.
  1. Bahan ajar/ materi pelajaran sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lebih bersifat praktis.
PLS memberikan layanan pendidikan dengan materi ajar sesuai dengan kebutuhan warga belajar, baik berupa pengetahuan maupun ketrampilan. Pengetahuan dan ketrampilan yang disajikan oleh program PLS selalu dikaitkan dengan kebutuhan praktis warga masyarakat.
  1. Waktu pendidikan berjangka pendek.
Program PLS bersifat jangka pendek, karena warga masyarakat menghendaki segera memanfaatkan hasilnya. Dengan waktu yang tidak lama, misalnya 3 sampai 4 bulan atau bahkan 1 sampai 2 bulan suatu program PLS dapat diselesaikan. Misalnya pelatihan pembukuan sederhana bagi para pedagang kaki lima. Mungkin program semacam ini cukup dilaksanakan dalam waktu 1 bulan pedagang kaki lima sebagai peserta pelatihan sudah dapat memanfaatkan hasil pelatihan yang diikutinya.
  1. Hasil belajar bersifat fungsional.
Program PLS memberikan hasil pendidikan berupa pengetahuan atau ketrampilan yang fungsional. Maksudnya warga belajar yang mengikuti program PLS akan memperoleh hasil pendidikan berupa pengetahuan atau ketrampilan yang bermanfaat langsung bagi kehidupan sehari-hari. Pengetahuan atau ketrampilan yang didapat warga belajar dari keikut sertaannya dalam program PLS dapat dimanfaatkan langsung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
  1. Program belajar tidak harus berjenjang.
Program PLS dapat dilaksanakan secara berjenjang dapat pula tidak berjenjang. Maksudnya ada program PLS yang bersifat berjenjang atau bertingkat, misalnya kursus bahasa inggris tingkat dasar, tingkat menengah dan tingkat tinggi. Disamping itu ada pula program PLS yang bersifat tidak berjenjang, misalnya pelatihan pembuatan kue bagi ibu-ibu rumah tangga.
  1. Kegiatan belajar sedikit teori banyak praktek.
Program PLS umumnya banyak dilaksanakan dalam bentuk praktek atau latihan ketrampilan. Karenyanya kegiatan warga belajar lebih banyak belajar atau belajar ketrampilan dan sedikit belajar teori. Namun demikian tidak menutup kemungkinan belajar teori lebih dan praktek sedikit atau bahkan tanpa praktek, karena memang tujuan dari program yang dilaksanakan bersifat informatif teoritik.
  1. Kurikulum fleksibel.
Kurikulum dalam PLS tidak harus baku atau tetap, tetapi bersifat luwes dan dapat berubah sesuai dengan kesepakatan warga belajar. Misalnya jadwal dan materi ajar yang semula sudah ditetapkan, ternyata dalam perjalanan warga belajar menghendaki perubahan; maka perubahan dapat dilaksanakan.
  1. Sistem pendidikan tidak harus formal/resmi.
Sistem pendidikan terutama sistem pembelajaran dalam PLS tidak harus menggunakan sistem disiplin ketat, tetapi disiplin longgar. Namun tetap memperhatikan kualitas dan hasil pembelajaran yang diharapkan. Misalnya warga belajar tidak harus menggunakan pakaian seragam.

  1. F.   Metode Pembelajaran
            Sebagai bagaian dari Ilmu pendidikan PLS juga menggunakan metode pembelajaran sebagaimana metode yang di gunakan oleh pendidikan. Metode Pembelajaran atau dahulu sering di sebut metode mengajar dalam pendidikan pada umumnya di gunakan oleh guru di pendidikan sekolah. Dengan beberapa modifikasi, metode pembelajaran PLS dapat di pilih dari beberapa metode berikut ini.
  1. Ceramah Tanya Jawab.
Metode ceramah sering di gunakan di sekolah formal, dengan di selingi satu sampai tiga kali pertanyaan dari guru,atau bahkan tanpa pertanyaan atau tidak diselingi tanya jawab. Untuk progam PLS cerama model pendidikan sekolah seperti itu kurang tepat. Yang tepat adalah sedikit cerama dan banyak tanya jawab. Artinya cerama dapat di pergunakan untuk memulai dan pada awal pembelajaran; kemudian di teruskan dengan tanya jawab. Instruktur / tutor memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan, dan di teruskan dengan pertanyaan dari instruktur /tutor kepada peserta. Tanya jawab lebih menarik jika di kembakan kepada seluruh peserta. Maksudnya adalah pertanyaan dari peserta dimintakan jawaban kepada peserta yang lain. Jika ternyata peserta lain tidak ada yang bersedia menjawab atau ada jawaban peserta tetapi salah, maka instruktur /tutor meneruskan jawaban yang benar.  
  1. Presentasi Multi Media.
Metode presentasi biasanya disebut sebagai teknik presentasi. Penggunaan presentasi yang baik untuk PLS hendaknya dilaksanakan dengan menggunakan media sama halnya dengan penyajian materi dengan metode ceramah.
  1. Diskusi.
Metode diskusi dapat dipilih sebagai metode dalam pembelajaran PLS, jika peserta (WB) memiliki kesiapan untuk berdiskusi. Tidak tepat memaksakan menggunakan diskusi untuk pembelajaran anak-anak atau remaja yang tidak memiliki kemampuan dan kesiapan untuk berdiskusi. Disamping itu diskusi hanya tepat untuk pembelajran orang dewasa yang sedang mengkaji materi pengetahuan dan niali atau sikap. Diskusi cocok digunakan dalam pembelajaran yang peserta (WB) nya tidak terlalu banyak. Diskusi tidak tepat untuk pembelajaran yang peserta (WB) nya banyak (kelas besar). Diskusi tidak tepat untuk pembelajaran dalam bidang psikomotorik atau ketrampilan.
  1. Demonstrasi/Peragaan.
Metode demonstrasi lebih tepat digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran yang berkaitan dengan perilaku dan atau pemahaman suatu proses. Penggunaan metode demonstrasi memerlukan keahlian instruktur/tutor.
  1. Permainan/ Game.
Metode permainan seringkali dianggap tidak tepat untuk pembelajaran. Karena permainan dianggap bermain yang tidak memiliki unsur belajar. Namun pendapat yang demikian itu, saat ini sudah mulai bergeser dan berganti dengan pendapat bahwa belajar yang efektif adalah belajar yang menyenangkan, tidak mustahil dengan menggunakan metode permainan. Metode permainan memang lebih tepat untuk pembelajaran PLS bagi anak-anak, terutama pada Kelompok Bermain (KB) atau Play Group dan atau Tempat Penitipan Anak (TPA). Karena memang dunia anak adalah dunia bermain. Bahkan kebutuhan anak-anak adalh bermain. Oleh karena itulah metode pembelajaran bagi anak lebih tepat dengan metode bermain. Namun demikian tidak menutup kemungkinan metode bermain digunakan untuk pembelajaran bagi pemuda dan orang dewasa. Dengan alasan bahwa bermain sebenarnya bukan hanya dibutuhkan oleh anak-anak. Pemuda dan orang dewasapun memerlukan bermain terutama untuk rekreasi.
  1. Simulasi.
Simulasi adalah peniruan kehidupan nyata dalam skala kecil. Simulasi sebagai metode pembelajaran meliputi metode role playing (bermain peran). Ciri khas simulasi adalah mencontoh atau meniru kehidupan riel, dengan berpura-pura. Contoh sederhana simulasi adalah penugasan kepada anak-anak Kelompok Bermain untuk berpakaian seperti orang dewasa yang disenanginya pada saat Karnaval Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI. Misalnya berpakaian seperti dokter, seperti tentara, dan sebagainya.

  1. G.      Strategi Pembelajaran
Beberapa istilah yang berkaitan dengan strategi adalah metode dan pendekatan. Metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Pendekatan (approach) adalah titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran. Sedangkan strategi adalah perencanaan untuk mencapai sesuatu. Strategi sering diartikan sebagai a plan of operation achieving something sedangkan metode adalah a way in achieving something. Pada umumnya dalam pembelajaran dikenal ada dua pendekatan yaitu:
  1. Teacher centered approach yaitu pendekatan yang berpusat pada guru yang kemudian menurunkan strategi pembelajaran deduktif dan pembelajaran ekspositori.
  2. Student centered approach yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa yang kemudian menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Strategi pembelajaran termasuk untuk pendidikan luar sekolah secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa segi sebagai berikut:
1.)    Dari segi peranan pendidik dan peserta didik.
Dari segi peranan pendidik dan pesrta didik strategi pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
  1. Teacher oriented merupakan strategi pembelajaran yang berfokus pada pendidik (guru) maksudnya ditentukan oleh pendidik/guru.
  2. Student oriented merupakan strategi pembelajaran yang berfokus pada peserta didik (siswa/warga belajar) maksudnya seluruh aktivitas pembelajaran diarahkan untuk kepentingan peserta didik (siswa/warga belajar).
2.)    Dari segi sistem pembelajaran
Dari segi pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:
  1. Content oriented yaitu strategi pembelajaran yang berorientasi pada materi pelajaran/ajar/bahan ajar/pembelajaran, maksudnya adalah pelaksanaan pembelajaran selalu berpedoman pada isi atau materi pelajaran/bahan ajar yang sudah ditentukan sebelumnya.
  2. Process oriented yaitu pembelajaran yang berorientasi pada proses pembelajaran maksudnya seluruh aktivitas pembelajaran ditekankan pada proses pembelajaran bukan pada yang lain.
  3. Effect oriented yaitu strategi pembelajaran yang berorientasi pada tujuan pembelajaran maksudnya adalah seluruh aktivitas pembelajaran selalu berpedoman pada tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan sebelumnya.
  4. Out put oriented yaitu strategi pembelajaran yang berorientasi pada hasil yang akan dicapai dalam pembelajaran maksudnya adalah seluruh aktivitas pembelajaran baik oleh peserta didik maupun oleh pendidik selalu diarahkan pada pencapaian target atau tujuan yang sudah ditetapkan dengan mengabaikan proses, tujuan maupun yang lainnya.
3.)    Dari segi cara penyajian dan cara pengolahan materi pembelajaran.
Dari segi ini strategi pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
  1. Strategi pembelajaran deduktif adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulannya. Materi/bahan pelajaran dikaji secara abstrak terlebih dahulu kemudian secara perlahan-lahan menuju kepada hal-hal yang konkrit.
  2. Strategi pembelajaran induktif adalah pengkajian dimulai dari materi yang bersifat konkrit. Strategi ini sering disebut dengan strategi pembelajaran dari khusus ke umum.
Lebih khusus Wina Sanjaya (2008) mengelompokkan jenis-jenis strategi pembelajaran menjadi dua jenis strategi utama yaitu:
  1. Strategi penyampaian penemuan atau exposition-discovery learning
  2. Strategi pembelajaran kelompok dan strategi pembealajaran individual atau group individual learning. Secara terinci jenis-jenis strategi pembelajaran tersebut diuraikan sebagai berikut:
a.)    Strategi eksposition
Adalah strategi pembelajaran yang dilaksanakan oleh pendidik (gurua atau istruktur) dengan menyajikan materi/bahan ajar dalam bentuk bahan jadi kepada peserta didik (siswa atau warga belajar) dan peserta didik dituntut untuk menguasai materi/bahan tersebut. Peserta didik tinggal menerima apa adanya materi/bahan dari pendidik.
b.)    Strategi expository
Adalah strategi pembelajaran yang dilaksanakan oleh pendidik (guru atau instruktur) dengan cara menyampaikan informasi kepada peserta didik (siswa atau warga belajar) dan peserta didik tinggal menerima semua informasi dari pendidik tanpa harus mempersoalkan atau mencarinya.
c.)    Strategi direct istruction
Adalah strategi pembelajaran yang dilaksanakan oleh pendidik (guru atau instruktur) dengan cara memberikan materi ajar/bahan ajar secara langsung kepada peserta didik (siswa atau warga belajar) dan peserta didik dituntut untuk menguasaianya secara penuh.
d.)   Strategi discovery
Adalah strategi pembelajaran yang dilaksanakan oleh pendidik (guru atau instruktur) dengan cara menugaskan kepda peserta didik (siswa atau warga belajar) untuk mencarii dan menemukan materi/bahan ajar dengan berbagai aktivitas belajar. Misalnya mengkaji bahan pustaka mengadakan observasi terhadap objek tertentu dan sejenisnya. Pendidik (guru atau istruktur berperan sebagai fasilitator atau mediator yang melaksanakan pembimbingan terhadap aktivitas belajar peserta didik. Stategi discovery ini disebut pula sebagai indirect atau strategi pembelajaran tidak langsung.


HASIL WAWANCARA

Kejar Paket C di Biting – Arjasa
Nara sumber                : Bapak Bambang H.
Jabatan                                    : Sekretaris dan tutor paket C
Tempat Wawancara    : Dirumah Bapak Bambang
                                      Biting – Arjasa
Waktu Wawancara      : 18.15 WIB
Tanggal Wawancara    : 08 Juni 2011
Tempat Pembelajaran  : SDN Biting 1 Arjasa
                                      Jl. Teratai Arjasa

  1. Apakah tujuan anda untuk menyelenggarakan kejar paket C di daerah ini?
Jawab : saya tujuannya itu mengembangkan dan memfasilitasi teman-teman di Biting supaya setidaknya terangkat, setelah itu berkembang dan berkembang, kok peminatnya dari mana-mana akhirnya kita kelola dan berkembang sampai sekarang ini.
  1. Apakah paket c yang anda selenggarakan itu terstruktur?
Jawab : memang ada dulunya tetapi di paket C ini tidak semuanya krasan karena kita itu tidak menerima bayaran tetapi dari warga belajarnya itu, kita tidak mendapat proyek dari kabupaten, kecuali KF, Paket A,B itu pembiayaannya tertangani. Penerimaannya dalam tri semester tapi kalau paket C biayanya dari warga belajar murni. Kenapa tutornya sering gonta-ganti, tapi intinya penyelenggaraannya saya sebagai sekretaris, ketuanya bapak Haji Sutik, dan bendaharanya Bapak Nurhadi. Tutornya kenapa kok enggak krasan karena aktivitas tinggi tetapi pembiayaannya enggak ada. Jadi, rasa sosialnya berubah, kita di bayar kalau sudah mendekati  yang namanya ujian. Ujianpun kalau semuanya lunas, kalau enggak lunas, nunggu sampai penebusan ijazah gitu.
  1. Bagaimana dengan pembelajran yang dilakukan di sni?
Jawab : pembelajaran yang kita lakukan itu harus ada kesepakatan antara kita sebagai tutor dan penyelenggara dengan temen-temen warga. Ayo belajare kapan enak’e? Sekarang mau dilarikan ke Dikmen sehingga otomatis pembelajarannya tidak seperti yang PNFI lakukan, dimana PNFI yang kita lakukan yaitu istilah Pendidikan Luwes Sekali tapi kalau kita sudah masuk ke dikmen maka otomatis pembelajarnnya harus 485 jam.
  1. Apakah acuan/pedoman bapak dalam menyelenggarakan dan pembelajaran paket C ini?
Jawab : kalau pedoman pengajarannya, maka kita mengacu pada acuan yang ditetapkan oleh Diknas terutama Diknas yang menangani Diknas yang menangani PNFI. Kalau pedoman tentang perizinannya juga dari Diknas tapi masing-masing paket itu tidak mempunyai suatu dataran kurikulum yang pas.
  1. Apa saja yang menjadi kendala bapak sebagai seorang tutor dalam melakukan proses pembelajaran?
Jawab : kendalanya memang banyak, kita bervariatif karena yang di lihat adalah daya mampu mereka, daya serap mereka, IQ mereka, variasi dari latar belakang sosial mereka, keaktifan mereka. Itu semua yang menjadi kendalanya. Kalau dari tingkat sosialnya kebanyakan dari paket memangkondisi mereka yang sudah prasekolah sehingga dipaksakan untuk sekolah karena kebutuhan dalam artian kebutuhan untuk mencari ijazah. Terus dari segi keaktifan mereka, kita tidak bisa memaksakan mereka karena mereka mempunyai jam kerja terus daya penangkapan mereka berhubungan dengan itu tadi semuanya bervariatif yang sudah terkover disitu. Sehingga kalau kita menyampaikan materi, setidak’e ada penyesuaian antara kebutuhan mereka, umpamanya pelajaran matematika, saya matematika tentang bilangan pada mereka 2+1 atau 2-1 itu gampang tapi kalau -1-2 itu bingung, lah ini khan harus kita aplikasikan dalam bentuk keseharian mereka pada waktu mereka mengadakan suatu bentuk transaksi -10-20, sampean punya utang keperusahaan itu 10 juta rupiah terus panjenengan hutang lagi 20 juta jadi berapa hutang jenengan sekarang? Jadi semuanya 30 juta. Itulah aplikasi pengajarannya. Intinya aplikasi pengajarannya tidak bersifat monotone seperti yang kita alami pada waktu di SD, SMA yang sifatnya monotone dan tidak komplikatif. Acuan mereka yang ada di SMP, SMA, acuan kurikulum baku dari diknas pusat tetapi kalau paket c kita mempunyai acuan dalam bentuk modul yang diberikan kepada mereka tetapi diberi variatif pembelajarannya yang sudah monotone, kalau kita mengajarkan kepada mereka dengan monotone maka efek sampingnya adalah maka mereka merasa “pikiran saya itu tidak mampu pak, pikiran saya ini tidak mampu menampung pelajaran seberat itu”. Keluhan itu yang banyak saya dengar dari warga belajar dan akhirnya pembelajaran yang saya lakukan, saya beri variatif seperti tadi yang saya terangkan.
  1. Kenapa anda hanya menyelenggarakan paket c saja?
Jawab : kalau paket A, B, C kita harus mendirikan PKBM kalau kita membentuk seperti itu, karena Biting ini adalah daerah yang maju pendidikannya didaerah Arjasa ini. Saya mengadakan survey untuk paket A habis, dan paket B tinggal sedikit. Kita tidak mungkin melaksanakan paket B karena ada ketentuan dari Diknas bahwa paket B itu harus mempunyai daya tampung yang lebih dari 25 orang tetapi karena disini tidak begitu banyak jadi tidak mengadakan paket B. Kenapa kita keseluruhan menggunakan paket C karena dilihat strateguhan menggunakan paket C karena dilihat strateguhan menggunakan paket C karena dilihat strategis keadaan warga belajar. Setelah kita membentuk perbandingan dan survey dan masyarakat itu yang dilihat adalah kebutuhan anak-anak Biting akan ijazah SMA. Jadi pada tahun antara 2002-2003 itu kita ujian dan pada tahun 2000an itu dan menemukan kebutuhan seperti itu karena pada tahun itu pembiyaan SMA masih mahal sehingga kita adopsi mereka dalam satu sistem yang namanya paket C.
  1. Berarti disini itu membantu warga belajar hanya untuk mencari ijazah?
Jawab: kalau dikatakan ijazah itu memang iya, tapi intinya kita sebagai seorang guru asli guru nurani guru walaupun saya hanya dari teknologi pertanian saya itu juga mengajar dan sekarang diangkat sebagai kepala sekolah maka intinya hati nurani guru mengatakan kalau mereka mendapat ijazah tok, kok rasanya enggak efisien. Jadi intinya kebutuhan ijazah SMA memang sangat mendesak terutama penyerataan yang setara dengan SMA. Mereka menerima pengetahuan dan pembelajaran ilmu.
  1. Bagaimana perjalanan paket C didaerah ini?
Jawab: memang kita tidak bisa mengungkiri seluruh jember, mungkin didaerah seluruh indonesia, keberadaan ini memang diberikan kepada mereka yang usianya diatas rata-rata wajib belajar kemarin itu yang menjadi warga belajar kalau usia SMA 20 dan 23 sudah lulus maka mereka yang kita tampung ada sekian persen usia prasekolah dan sekian persen usia 20an. Karena dipaket C terutama SMA tidak terfasilitasi. Kalau mereka dari usia SMP yang masih usia belajar, dulu waktu saya masih mengelola paket B, ini saya arahkan ke SMP/MTs tetapi kalau SMA tidak kita arahkan kesana karena sama saja kita bunuh diri, Kenapa? Karena biaya. Mereka yang kami paksakan untuk mendapatkan beasiswa, ya kami arahkan. Dan mereka yang sudah tidak mungkin sekolah di SMA maka kita tampung untuk memfasilitasi kalau mereka dikatakan usianya segitu pasti mereka usia kerja dan sebagian kecil mereka tidak bekerja tetapi membutuhkan ijazah SMA dalam artian membutuhkan suatu pembelajaran, penambahan ilmu yang nantinya mendapatkan ijazah.


KESIMPULAN

Pendidikan Kesetaraan merupakan pendidikan nonformal yang mencakup program Paket A setara SD/MI, Paket B setara SMP/MTs, dan Paket C setara SMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional peserta didik.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (UU No 20/2003 Sisdiknas Pasal 26 Ayat (6).
Seperti paparan materi makalah yang saya buat tentang tujuan menyelenggarakan pendidikan kesetaraan, sama halnya dengan hasil wawancara yang telah saya lakukan yaitu Memberikan peluang serta memfasilitasi para  warga masyarakat yang ingin menuntaskan pendidikan setara SD/MI dan SMP/MTs atau yang sederajat dengan mutu yang baik. Yang penyelenggaraanya mengacu pada standart kompetensi yang telah dibuat oleh Diknas.
Proses pembelajaran serta bahan materi yang disediakan oleh fasilitator disesuaikan dengan kebutuhan serta situasi dan kondisi mereka sebagai warga belajar sehingga antara tutor maupun penyelenggara dengan warga belajar harus ada kesepakatan yang disepakati oleh kedua belah pihak dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran.
Menyelenggarakan pendidikan kesetaraan merupakan tugas mulia dalam upaya ikut mencerdaskan bangsa. Agar hasilnya maksimal, penyelanggaraannya tidak boleh asal-asalan, tetapi harus benar-benar profesional. Tugas semua kalangan yang berkompeten dengan program pendidikan kesetaraan untuk membenahi dan menyempurnakan penyelenggaraan pendidikan kesetaraan di lapangan.
Jika pendidikan kesetaraan dilaksanakan secara profesional, memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pendidikan formal, lulusannya dapat hidup mandiri, apalagi mampu menciptakan lapangan kerja, insya allah lulusan pendidikan kesetaraan tidak akan lagi dipandang sebelah mata.


DAFTAR PUSTAKA

http://pkbm.blogdetik.com/kebijakan-pemerintah-dalam-pengembangan pendidikan-kesetaraan/http://pkbm.blogdetik.com/kebijakan-pemerintah-dalam-pengembangan-pendidikan-kesetaraan/sekolah kesetaraan pendidikan kesetaraan

http://skbprobolinggo.web.id/?p=175
Direktorat pendidikan kesetaraan. pedoman pembelajaran pendidikan kesetaraan paket A dan paket B. 2010
Ahmad Zein, H,2011, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar